Simalungun | Metrozone
Pembentukan Koperasi Merah Putih di sejumlah desa di Kabupaten Simalungun menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Sejumlah pemerhati kebijakan publik, dan masyarakat menilai proses pembentukan koperasi yang merupakan bagian dari program nasional tersebut dilakukan secara terburu-buru, tidak transparan, dan sarat kepentingan kelompok tertentu. Kamis 22/05/2025
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Koperasi dan UMKM Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, disebutkan bahwa pembentukan koperasi harus melalui tahapan sosialisasi intensif dan musyawarah desa khusus yang melibatkan masyarakat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.
Di beberapa desa, termasuk Nagori Pinang Ratus, proses pembentukan koperasi disebut-sebut tidak melibatkan masyarakat secara menyeluruh. Bahkan, pemilihan pengurus dinilai hanya formalitas belaka dan diduga sudah diatur sebelumnya demi memenuhi syarat administratif agar bisa mengakses anggaran atau bantuan pemerintah.
Ketua Lembaga Layar Hukum dan Keadilan (LHK), Usman Damanik, mengungkapkan keprihatinannya atas fenomena tersebut. Menurutnya, pembentukan koperasi seharusnya dimulai dari pemahaman yang menyeluruh oleh masyarakat tentang regulasi dan tujuan program, bukan sekadar memenuhi target administratif.
“Jangan terkesan dipaksakan. Meski terlihat ada proses pemilihan, tapi kalau sejak awal masyarakat tidak memahami regulasi dan tidak diberi ruang untuk menentukan sendiri, maka ini cacat secara demokratis. Bisa jadi ini bagian dari skenario kekuasaan untuk menempatkan orang-orang tertentu demi kepentingan kelompok,” ujarnya kepada awak media.
Usman juga menilai, jika proses awal sudah tidak sesuai aturan, maka besar kemungkinan program Koperasi Merah Putih ini akan gagal mencapai tujuannya, bahkan rawan penyimpangan.
Dari pantauan awak media, pelaksanaan pembentukan koperasi di sejumlah desa di Simalungun memang terkesan tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. Proses musyawarah desa khusus, yang menjadi syarat utama dalam pembentukan koperasi, nyaris tidak dilaksanakan secara terbuka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa koperasi yang terbentuk hanya akan menjadi alat kepentingan elite lokal, bukan wadah pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Kabupaten Simalungun terkait dugaan ketidaksesuaian proses pembentukan koperasi tersebut.
Red : Anggiat Pakpahan