Simalungun –Metrozone, Ironi pembangunan infrastruktur kembali terjadi. Jembatan penghubung antara Desa Nauli Baru dan Desa Janggir Leto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, yang baru selesai dibangun Desember 2024 lalu, kini sudah mengalami kerusakan parah. Retakan besar di bagian bahu jalan dan penyusutan beton cor memicu dugaan bahwa proyek senilai Rp1,7 miliar tersebut dikerjakan asal-asalan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Simalungun, Rudi Erwandi Saragih, saat dikonfirmasi pada Senin (28/04/2025) mengakui adanya penyusutan beton, namun membantah adanya kesalahan konstruksi.
“Kami bersama BPK sudah turun langsung untuk pemeriksaan, dan tidak ditemukan adanya keretakan yang fatal,” ujar Rudi melalui sambungan telepon WhatsApp.
Anehnya, hasil pemeriksaan lapangan memperlihatkan fakta berbeda. Beton bahu jalan mengalami keretakan memanjang, bahkan sebelum jembatan ini benar-benar difungsikan untuk kendaraan roda empat. Warga pun mempertanyakan kualitas dan metode kerja yang diterapkan.
Rudi beralasan, dalam perencanaan teknis, badan jalan dan badan jembatan memang tidak diikat dengan tulangan besi, sehingga retakan dianggap hal biasa.
“Sayap jembatan dan badan jalan tidak menyatu, wajar terjadi penyusutan,” dalihnya.
Namun, masyarakat menilai alasan tersebut tidak masuk akal, mengingat jembatan ini adalah akses vital untuk mendukung distribusi hasil pertanian warga. Alih-alih memperlancar aktivitas ekonomi, jembatan tersebut kini justru menjadi hambatan.
Samosir, warga Nauli Baru, mengaku kecewa berat.
“Belum pernah dilewati mobil saja sudah retak-retak. Kualitasnya patut dipertanyakan. Jangan-jangan campuran beton tidak sesuai spesifikasi,” tegasnya.
Menurut pantauan di lapangan, kondisi jembatan sepanjang 7 meter dengan lebar 4–5 meter itu semakin memburuk. Retakan di bagian sayap terlihat jelas, dan permukaan badan jalan bergelombang, menghambat laju kendaraan bahkan roda dua sekalipun.
Walau masalah ini telah berulang kali diberitakan di berbagai media lokal, hingga kini BPBD Simalungun belum melakukan tindakan konkret untuk memperbaiki kerusakan. Pihak BPBD justru berkelit bahwa proyek sudah sesuai dengan kesepakatan bersama masyarakat dan tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaannya.
Pakar teknik sipil yang enggan disebutkan namanya menilai bahwa dalam konstruksi jembatan, hubungan antara badan jembatan dan jalan harus dirancang kuat untuk menghindari kerusakan dini.
“Retak akibat penyusutan bisa saja terjadi, tapi kalau struktur tidak memakai pengikat tulangan dan hasilnya seperti ini, itu jelas kelalaian desain atau pelaksanaan,” ujarnya.
Proyek yang menggunakan anggaran negara seharusnya mengutamakan kualitas dan keamanan. Bila sejak awal jembatan sudah menunjukkan kerusakan serius, maka patut dipertanyakan bukan hanya pelaksana proyek, tapi juga pengawasan dan pertanggungjawaban dari pihak terkait.
Warga menuntut pihak BPBD Kabupaten Simalungun segera bertindak memperbaiki kerusakan tersebut, serta mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan kelalaian atau penyimpangan dalam pelaksanaan proyek ini.
Red : (Anggiat)