Eksploitasi Timah dan Kerugian Negara: Urgensi Pengawasan Ketat

Berita, Daerah, Nasional, Opini151 Dilihat

Opini

Kurun waktu 10 tahun era otonomi daerah telah menyaksikan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam, terutama tambang timah. Kerusakan lingkungan, penyelundupan, hingga korupsi terkait sumber daya alam menjadi masalah serius. Salah satu kasus yang mencuat adalah bagaimana PT Timah Tbk, perusahaan negara yang sebelumnya menjadi pemain utama di sektor ini, kalah bersaing dengan pelaku bisnis timah swasta.

Laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan ketidaksesuaian data antara ekspor timah resmi yang tercatat di Indonesia dan data negara pengimpor. Hal ini menjadi indikasi kuat adanya ekspor ilegal yang merugikan negara. Pada tahun 2013, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian sebesar USD 362,752 juta akibat penyelundupan timah, dengan volume ekspor ilegal mencapai 301.800 ton (Koran Tempo, 2014).

Larangan Ekspor Biji Timah dan Celah Hukum

Sebelum 2006, bijih timah (tin ore) diekspor secara bebas. Namun, untuk menghindari pembayaran royalti, bijih timah sering dicampur dengan pasir. Setelah pemerintah melarang ekspor bijih timah pada 2006, banyak smelter berinvestasi dalam teknologi pengolahan untuk menghasilkan timah batangan. Sayangnya, aturan ini tidak cukup untuk menghentikan penyelundupan. Banyak smelter memproduksi timah dengan kadar Sn rendah (crude tin) yang dijual ke perusahaan di Singapura secara ijon, sebelum diolah lebih lanjut di Malaysia, Thailand, atau China.

Tingginya variasi kualitas timah yang diperdagangkan menciptakan peluang bagi penyelundupan. Mekanisme pembayaran ijon dari Singapura juga mendorong masyarakat untuk menambang secara ilegal. Praktik ini menyebabkan PT Timah Tbk hanya mampu berkontribusi sebesar 23,3% dari total ekspor timah Indonesia, sementara smelter swasta menguasai hingga 76,7% dari pasar ekspor pada 2013 (Bisnis.com, 2014).

Lemahnya Pengawasan dan Dampak Kerugian Negara

Ketidakseimbangan antara data pemerintah Indonesia dan data negara pengimpor selama periode 2004-2013 menunjukkan adanya ekspor ilegal yang signifikan. Berdasarkan data resmi dari Kementerian Perdagangan dan Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor timah Indonesia tercatat sebanyak 1.029.546 metrik ton. Namun, data dari negara pembeli mencatat total 1.240.307 metrik ton, dengan selisih 231.270 metrik ton yang diduga merupakan ekspor ilegal.

Kerugian negara akibat penyelundupan timah ini sangat signifikan. Selama periode 2004-2013, total kerugian negara diperkirakan mencapai USD 362,750 juta atau setara dengan Rp 4,171 triliun, termasuk dari royalti yang tidak dibayarkan dan pajak penghasilan badan yang hilang. Selain itu, perhitungan lebih lanjut untuk periode 2004-2015 menunjukkan bahwa volume ekspor timah ilegal mencapai 389.678 MT, dengan nilai perdagangan tidak tercatat mencapai USD 5,297 miliar, atau sekitar Rp 68,864 triliun.

Upaya Pemerintah dan Tantangan Pengawasan

Sejak 2013, pemerintah berupaya memperbaiki tata kelola perdagangan timah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 yang mengharuskan perdagangan ekspor timah dilakukan melalui mekanisme bursa berjangka di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Namun, celah hukum dan lemahnya pengawasan membuat aturan ini tidak sepenuhnya efektif.

Kasus penyelundupan timah terus terjadi meskipun beberapa kali aparat berhasil menggagalkan ekspor ilegal, seperti yang dilakukan TNI AL pada 8 Maret 2014, yang menggagalkan pengiriman 134 kontainer timah ilegal senilai Rp 880 miliar dari Batam ke Singapura.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dampak negatif dari kegiatan penambangan timah, baik terhadap lingkungan maupun kerugian negara, sangat besar. Kewajiban perusahaan smelter dalam membayar royalti dan pajak seringkali tidak dipenuhi, sementara penyelundupan terus merajalela. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan, termasuk di sektor perizinan dan pengelolaan industri timah, serta memperbaiki koordinasi antar lembaga terkait. Aparat hukum juga harus lebih tegas dalam menindak mafia timah dan memperbaiki sistem pengawasan di pelabuhan dan perbatasan.

Dengan mengatasi celah hukum dan meningkatkan penegakan aturan, Indonesia dapat memaksimalkan penerimaan negara dari industri tambang timah dan mengurangi dampak negatif dari eksploitasi yang tidak terkendali.

Penulis: L u p i n ( pemerhati kebijakan sosial)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *