Bandar Lampung – Mekanisme penerimaan peserta didik baru tingkat SMA di Provinsi Lampung melalui jalur domisili mendapat sorotan dari kalangan legislatif. Anggota DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri, meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) setempat untuk mengusulkan evaluasi seleksi SPMB jalur domisili.
Fauzi menyoroti penggunaan nilai rata-rata siswa dalam proses seleksi jalur domisili tidak tepat dengan penamaannya. Sesuai namanya jalur domisili semestinya hanya mempertimbangkan jarak antara tempat tinggal calon siswa dengan sekolah tujuan.
“Dengan sistem yang baru, faktanya ada peserta yang tinggal puluhan meter dari sekolah justru tidak diterima, sementara pendaftar dari jarak tujuh kilometer lebih bisa lolos karena nilai rata-rata di SKL nya tinggi,” ujar Fauzi Heri saat ditemui di kompleks DPRD Provinsi Lampung, Rabu (18/6/2025).
Ia menilai, sistem perangkingan dalam laman lampung.spmb.id belakangan cenderung mengedepankan nilai calon siswa, menciderai asas keadilan karena sejatinya jalur domisili sebaiknya ditujuka untuk memberikan akses kepada warga yang tinggal di sekitar satuan pendidikan.
“Sesuai penamaannya jalur domisili, harusnya jarak rumah jadi syarat utama kelulusan. Pencampuran dengan nilai rapor, apalagi di luar jalur prestasi, berpotensi menimbulkan kegaduhan karena warga sekitar sekolah tidak bisa diterima. Lebih ekstrem lagi beberapa orang tua siswa melapor ke saya jika mereka curiga jangan-jangan ada permainan merubah nilai raport di sekolah asal. Ini harus segera dikoreksi oleh Dinas Pendidikan Provinsi,” kata Fauzi.
Lebih jauh, legislator asal Partai Gerindra itu juga menyoroti ketidakkonsistenan dalam pemanfaatan nilai rapor dalam jalur prestasi dan domisili. Menurut dia, banyak siswa dengan nilai rapor tinggi gagal dalam seleksi jalur prestasi karena hasil Tes Kemampuan Akademik rendah. Namun saat berpindah ke jalur domisili, nilai rapor justru mengerek peringkat mereka mengalahkan peserta yang secara geografis lebih dekat. Bahkan menjelang penutupan pendaftaran, tiba-tiba nanti bermunculan pendaftar calon siswa SMA yang memiliki nilai SKL tinggi.
“Sistem ini harus diusulkan untuk segera dikoreksi. Seleksi jalur domisili sebaiknya dilakukan murni berdasarkan urutan jarak terdekat tanpa mempertimbangkan aspek nilai. Jika jumlah pendaftar melalui jalur domisli melebihi daya tampung, pihak sekolah dapat melakukang perangkingan,” tegas Fauzi.
Menanggapi hal itu, Kepala Disdikbud Provinsi Lampung, Thomas Americo Senin (16/06/2025) mengakui adanya persoalan dalam konsistensi data dan validitas penilaian akademik, terutama dalam seleksi jalur prestasi. Ia mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan mencolok antara nilai rapor dan hasil tes akademik.
“Banyak siswa mencatat nilai rapor 90–95, namun saat mengikuti tes hanya memperoleh nilai 10–20, bahkan nol. Ini menjadi catatan serius, terutama bagi guru dan sekolah asal, untuk menegakkan prinsip kejujuran dan objektivitas dalam proses evaluasi,” ujarnya.
Thomas menyebut, ketidaksesuaian ini menjadi alarm bahwa sistem penilaian di jenjang sebelumnya perlu perbaikan. “Ini bukan sekadar angka, melainkan refleksi atas integritas sistem pendidikan kita,” kata dia.