PANGKALPINANG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berperan penting dalam menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Indonesia. Tugas Bawaslu adalah memastikan proses pemilihan berlangsung jujur, adil, dan transparan, sesuai dengan kode etik penyelenggara pemilu. Namun, publik kini mempertanyakan netralitas salah satu komisioner Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), EM Oskar, setelah pertemuannya dengan pengurus partai politik dan keluarga salah satu pasangan calon (paslon) Pilkada Babel menjadi sorotan.
Pada Selasa malam (24/9/2024), Oskar terlihat di sebuah kedai kopi di Pangkalpinang oleh warga setempat, Andri Surya Teja SH. Menurut Andri, Oskar tampak berbincang dengan sejumlah pengurus partai politik, termasuk anak dari salah satu paslon Gubernur Babel, serta anggota organisasi masyarakat yang diketahui berafiliasi dengan paslon tersebut.
Kehadiran Oskar dalam pertemuan ini menimbulkan kekhawatiran terkait netralitas Bawaslu dalam mengawasi Pilkada. Dengan sudah ditetapkannya paslon, banyak yang menilai tindakan ini tidak tepat, mengingat pentingnya menjaga citra independen Bawaslu.
Kritik Masyarakat dan Pentingnya Netralitas
Andri Surya Teja, seorang pengacara dari firma hukum Hangga Off, menyatakan bahwa pertemuan tersebut seharusnya dihindari oleh komisioner Bawaslu, terutama saat proses Pilkada tengah berlangsung.
“Di tengah situasi sensitif ini, seharusnya EM Oskar lebih berhati-hati. Kehadirannya di tempat yang sama dengan pengurus partai politik dan keluarga paslon bisa menimbulkan kesan keberpihakan,” ujar Andri, yang akrab disapa Teja.
Kritik dari masyarakat tak hanya disampaikan secara langsung, namun juga ramai di media sosial. Banyak yang khawatir akan integritas Bawaslu sebagai lembaga pengawas yang seharusnya menjaga netralitas dalam setiap tindakannya. Kode etik penyelenggara pemilu, yang diatur dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017, melarang penyelenggara pemilu untuk terlibat dalam aktivitas yang bisa merusak persepsi publik tentang netralitas mereka.
Menanggapi tuduhan tersebut, EM Oskar membantah bahwa pertemuannya dengan pengurus partai politik adalah hal yang disengaja. Ia menjelaskan bahwa ia tidak memiliki agenda resmi untuk bertemu dengan pihak-pihak terkait dan kebetulan saja bertemu dengan mereka di kedai kopi tersebut.
“Bukan pertemuan resmi. Saya memang janjian dengan teman saya di Pangkopi, dan kebetulan bertemu dengan beberapa teman dari partai politik seperti PKB dan PDIP, serta beberapa tokoh dari Anshor dan Muhammadiyah. Kami juga bertemu dengan teman-teman media yang kebetulan berada di sana. Tidak ada niatan untuk mengadakan pertemuan politik,” jelas Oskar.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya selalu mematuhi aturan dan etika sebagai komisioner Bawaslu. “Insha Allah, saya tetap berpegang pada aturan. Saya sangat menghargai perhatian masyarakat dan akan terus menjaga netralitas dalam menjalankan tugas,” tambahnya.
Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Berdasarkan kode etik penyelenggara pemilu, setiap komisioner Bawaslu wajib menjaga netralitasnya dalam berinteraksi dengan peserta pemilu atau pengurus partai politik. Hal ini diatur secara ketat dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017, yang melarang pertemuan atau komunikasi sosial dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pemilu. Aturan ini bertujuan untuk menjaga kredibilitas dan independensi penyelenggara pemilu.
Tindakan sekecil apa pun yang bisa menimbulkan persepsi ketidaknetralan harus dihindari, mengingat besarnya mandat Bawaslu dalam mengawasi pemilu yang bersih dan adil. Meskipun Oskar telah memberikan klarifikasi, publik tetap berharap agar Bawaslu menjaga profesionalitas tinggi dalam menjalankan tugasnya, tanpa ada konflik kepentingan atau keberpihakan.
Dalam kasus ini, Bawaslu diharapkan memberikan penjelasan yang lebih jelas dan memastikan bahwa seluruh anggotanya mematuhi kode etik yang berlaku agar kepercayaan publik terhadap lembaga ini tetap terjaga.