Pilkada Berkualitas Dibangun dengan Etika Bukan dengan Isu Hukum

Opini482 Dilihat

Banyuwangi,- Suasana perpolitikan atau mesin politik sudah mulai menghangatkan suasana menjelasang pesta demorkrasi Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) serentak di Indonesia, tentu tak luput salah satunya adalah kabupaten Banyuwangi. Isu – isu persoalan pribadi dari para calon yang ingin maju sebagai bakal calon Bupati maupun calon wakil Bupati pun mulai bergentayangan di media sosial.

Tidaklah salah dengan gerakan tersebut, namun kenapa muncul pada saat – saat tertentu saja. Seharusnya tentu semua kalangan atau lapisan bagaimana caranya memberikan edukasi atau pendidikan politik yang sehat dan bermartabat. Tentu bukan berarti bermartabat itu mengurangi sikap kritis terhadap kebijakan dan program pemerintahan yang dinahkodai oleh Bupati Ipuk dan mengurangi sikap idealisme.

Persoalan pemilihan kepala daerah dan persoalan isu hukum tentunya hemat penulis adalah ranah yang harus dibedakan. Persoalan isu hukum belum tentu ada fakta hukum, belum tentu juga dinyatakan bersalah dihadapan hukum. Artinya, jika ada isu hukum pada seseorang belum tentu orang tersebut benar – benar dinyatakan bersalah sebelum ada putusan dari pengadilan yang notabennya berwenang untuk menyatakan orang tersebut bersalah.

Hemat penulis, mari bersama mengurangi narasi – narasi atau isu hukum yang disematkan pada seseorang baik itu masyarakat biasa maupun pejabat publik. Negara kita adalah negara hukum, kita menuduh orang jika tidak terbukti maka Undang – Undang Informasi Teknologi Elektronik ( ITE ) siap mendekap siapa saja tanpa terkecuali.

Jika dirasa memiliki bukti – bukti lengkap, maka sepatutnya laporkan kepada pihak yang berwenang menangani persoalan tersebut. Jika terbukti bersalah, tentu proses hukum dan sanksi hukum akan diterima orang tersebut, namun jika tidak terbukti, sanksi sosial yang orang tersebut terima.

Hemat penulis, langkah yang tepat jika melawan petahana adalah dengan cara akademisi bukan membabi buta. Tidak ada yang salah dengan nama atau predikat petahana dan rekomendasi. Bukankah setiap manusia memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih?.

Saran penulis, sepatutnya pemerintah kabupaten juga harus menyiapkan ruang, tempat dan pendukung lainnya untuk masyarakat menyampaikan keluh kesah, kekecewaan dalam bentuk kritikan secara langsung ( demo ) maupun secara tertulis. Agar tidak ada kesan pemerintah daerah anti kritik, buatkan 1 ruang di dalam lingkup pemerintah daerah tentu dengan kriteria yang sudah ditentukan. Contoh masyarakat ingin demo, ya silahkan dialam ruangan yang ada di pemda dengan fasilitas yang sudah disedikan. Ini akan menjadi sama ringan, pendemo tidak usah sewa sound sistem, Bupati dan jajaran sering berinteraksi dengan masyarakat yang kurang puas dengan pelayanan. Ini juga akan membuat para pegawai birokrasi yang ada tidak gampang kaget dan adem panas atau meriang jika ada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya.

Jika ada kata – kata dalam tulisan yang menyinggung, menyakiti perasaan, penulis meminta maaf.

Penulis: Veri Kurniawan S.St.,S.H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *