Perlindungan dan Penegakan Hukum di Daerah Bersyari’at (Isu Migrasi Etnis Rohingya di Aceh)

Opini572 Dilihat

Oleh: Prof. Dr. H. Muhibbuthabry, M.Ag

Banda Aceh, Metrozone.net I Berbicara masalah perlindungan, tentu tidak terlepas dari pembicaraan tentang prinsip-prinsip perlindungan hukum itu sendiri yang diarahkaan kepada terpenuhinya unsur-unsur: Adanya perlindungan dari pemerintah terhadap warganya, jaminan kepastian hukum, adanya hak-hak warga Negara dan sanksi hukum bagi yang melanggar.1Dalam UUD 1945 pasal 28 disebutkan bahwa setiap orang berhak diakui serta mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang sama di mata hukum.
2 Merujuk pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang menyatakan: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.Berdasarkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tersimpan penuh makna bahwa negara dan

1https://www.hukumonline.com/berita/a/perlindungan-hukum-lt61a8a59ce8062/ (diakses tanggal
01/02/2024, 12:23 WIB)
2 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 D Ayat 1
3 Pembukaan Undang-undang Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke-Empat

warganya menginginkan suatu kedamaian, ketertiban dan keadilan untuk mewujudkan kesejahteraan.

Terkait dengan prinsip di atas, Aceh merupakan provinsi yang mendapatkan legalitas formal dari pemerintah pusat untuk menyelenggarakan hak-hak keistimewaan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda dengan provinsi lain di Indonesia. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dalam bidang: Keagamaan, Peradatan dan Pendidikan merupakan wujud konkrit yang memberi hak kepada provinsi ini untuk menjalankan Syariat Islam (khusus bidang keagamaan) bagi masyarakatnya secara kaffah.4

Selanjutnya, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh juga merupakan salah satu bukti universalitas Islam yang di dalamnya terdapat aturan-aturan yang kemudian dikonsepsikan dalam istilah Syari’at Islam. Istilah konsepsional Syariat Islam dalam undang-undang ini sekaligus membuktikan partikularitas ajaran dan hukum Islam.

Hukum Islam pada hakikatnya mengatur hubungan dua arah yaitu hubungan antara manusia dengan Allah SWT (hablum minallah) dan hubungan antara manusia dengan sesama (hablum minannas). Hal ini ditujukan kepada pencapaian kemaslahatan hamba. Oleh sebab itu, Allah tidak akan memerintahkan untuk melakukan sesuatu kecuali mengandung maslahat bagi hamba-Nya dan tidaklah melarang untuk melakukan sesuatu melainkan hal tersebut akan mendatangkan mafsadah bagi hamba-Nya.

Hukum Islam juga sifatnya universal, dan didasari dengan beberapa tujuan utama (Maqashid Syari’ah), yaitu memelihara agama (hifz ad-din), memelihara jiwa (hifz al-nafs), memelihara akal (hifz al-aql), memelihara keturunan (hifz al-nasl) dan memelihara harta (hifz al-mal). Konsep “memelihara yang dimaksudkan adalah
aspek yang menguatkan unsur-unsur dan mengkokohkan landasannya (hifz al-Din

4Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Undang-undang ini memberi kewenangan kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri.

min Janib al-Wujud) dan aspek yang mengantisipasi agar ke lima hal tersebut tidak terganggu dan tetap terjaga. Oleh sebab itu, setiap manusia wajib mendapatkan perlindungan atas hak-haknya.5

Dalam beberapa waktu terakhir ini, Aceh dihebohkan dengan etnis Rohingya secara masif berdatangan ke Aceh. Mereka terpaksa meninggalkan tanah kelahiran sendiri dan mencari tempat perlindungan karena penindasan hak asasi (persekusi), termasuk hak-hak sipil, politik, sosial dan ekonomi. Mereka dibunuh, diperkosa, disiksa dan tempat tinggal mereka dihancurkan. Akibat penindasan itu, mereka juga terperangkap dalam kemiskinan, ketertinggalan, keterpurukan dan keterbelakangan. Saat ini ada ribuan dari etnis Rohingya yang mengungsi dan tersebar ke berbagai negara, mereka keluar dari negara sendiri dan mencari perlindungan ke negara lain.

Kedatangan etnis Rohingya di Aceh dimulai sejak tahun 2015 dan puncaknya terlihat pada tahun 2023. Berdasarkan data dari UNHCR, selama tahun 2023 ada sekitar 1.684 orang yang mendarat di negeri syariah ini.6 Sejak awal kedatangan etnis Rohingya tahun 2015 lalu, masyarakat Aceh dari berbagai kalangan begitu antusias membantu kondisi yang mereka alami. Kalangan mahasiswa dan berbagai organisasi kemanusiaan melakukan penggalangan dana, mengumpulkan pakaian layak pakai, mengirimkan segala jenis bantuan seperti makanan pokok, obat-obatan dan sebagainya, serta pendampingan psikologis bagi mereka. Jadi tidak mengherankan, jika masyarakat Aceh dengan kondisi yang ada, bersedia menerima pengungsi Rohingya disaat negara-negara lain menolak kedatangan mereka.

Kondisi tersebut pada gilirannya, ternyata berhasil menarik perhatian etnis
Rohingya, mereka pergi meninggalkan tanah airnya menuju ke Aceh dengan harapan mendapatkan perlindungan dan kehidupan yang layak di Aceh. Kedatangan etnis

5Muhibbuthabry, Syariat Islam dalam Konteks Keindonesiaan, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press,
2019), hlm. 42-43
6CNN Inonesia. Jumlah Imigran Rohingya di Aceh Capai 1.684 Orang. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231212151630-20-1036223/jumlah-imigran-rohingya-di-aceh- capai-1684-orang (diakses pada Tanggal 01/02-2024, 10:25 WIB). UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) merupakan organisasi Internasional di bawah naungan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). UNHCR sudah ada di Indonesia sejak tahun 1979, Ketika pemerintahan Indonesia meminta bantuan untuk pengungsi yang melarikan diri dari Konflik Afrika Tenggara.

Rohingya secara terus menerus ternyata membuat masyarakat Aceh menjadi tidak nyaman. Terlebih masyarakat yang secara langsung menghadapi perilaku yang kurang menyenangkan dari pengungsi Rohingya sebelumnya. Beberapa kasus yang terjadi, misalnya ada di kalangan mereka yang melakukan tindakan kriminal, pengrusakan bahkan banyak yang kabur atau melarikan diri dari tempat pengungsian.

Kondisi ini juga menjadi keprihatinan bagi Aceh, bahkan sempat terjadi gesekan di daerah ini akibat kedatangan etnis Rohingya secara terus menerus. Berbagai kiritikan kepada pemerintah dan isu-isu baru pun mencuat. Masyarakat mengkritik pemerintah yang gagal menjaga perbatasan perairan, sehingga dengan mudahnya etnis Rohingya mendarat di Aceh dan kedatangan etnis Rohingya secara terus menerus ke Aceh juga dipersepsikan ada kaitannya dengan tindakan penyeludupan dan perdagangan manusia (human trafficking).

Menurut Sigit Riyanto, terdapat beragam aspek terkait dengan migrasi warga Rohingya ini: Pertama, dalam hal jumlah ataupun kompleksitas masalahnya. Kedua, pertimbangan keamanan (security), baik internal maupun eksternal. Negara penerima pengungsi mungkin harus menanggung risiko gangguan keamanan ini. Ketiga, kehadiran pengungsi membawa dampak negatif bagi negara tuan rumah. Hal itu, antara lain, berupa beban logistik, akomodasi, dan sosial. Keempat, sejauh ini telah terjadi pelemahan komitmen dan berkurangnya semangat untuk berbagi beban (burden sharing) masyarakat internasional dalam menangani persoalan pengungsi. Kelima, adanya kebijakan pembatasan pengungsi oleh negara-negara maju. Beberapa negara yang secara tradisional menjadi tujuan permukiman (resettlement) bagi para pengungsi kini melakukan kebijakan yang sangat ketat untuk menerima pengungsi. Keenam, permasalahan yang muncul karena adanya kekhawatiran terhadap orang asing atau xenophobia. Permasalahan ini timbul karena konteks pengungsi dan pencari suaka yang ada sekarang sering terkait kejahatan lintas negara (transnational

organized crime). Sebagai contoh, terkait perdagangan manusia (human trafficking) dan penyelundupan orang (people smuggling).7

Selanjutnya, isu bagaimana memberikan perlindungan dan memberlakukan aturan dan ketentuan hukum menjadi hal dilematis bagi daerah ini, khususnya dalam menghadapi kondisi tersebut. Di satu sisi mereka harus diberikan perhatian dan perlindungan, namun di sisi lain etnis ini sering melakukan dan menonjolkan prilaku yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai keacehan, baik kultur maupun adat-istiadat yang berlaku di Aceh.

Secara hukum, Indonesia tidak memiliki hak dan kewenangan untuk memberikan perlindungan secara khusus, mengingat Negara kita termasuk salah satu Negara yang tidak meratifikasikan konvensi 1951 dan protocol 1967 dengan alasan yang mengacu pada politik domistik, ekonomi dan keamanan.8

Menurut Mahfud MD, Indonesia sebenarnya tidak terikat dengan konvensi internasional soal pengungsi di bawah UNHCR, keterbukaan Indonesia terhadap para pengungsi Rohingya lebih atas dasar kemanusiaan.9

Secara faktual, Indonesia memang telah menangani etnis pengungsi Rohingya dalam bentuk memberikan perlindungan secara incidental, mengingat banyak dari pengungsi tersebut terdiri dari anak-anak dan kaum perempuan.

Menurut Muhammad Arief, dkk., bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah konkrit dalam penanganan etnis tersebut khusus yang terdampar di perairan Aceh (kasus Krueng Geukuh Lhoksemawe tahun 2023). Menurut Arief bahwa
pemerintah akhirnya mengambil tindakan untuk membawa pengungsi rohingnya yang

7Sigit Riyanto, Pengungsi Rohingya Diantara Kewajiban Kemanusiaan dan Hukum. Kompas TV. https://www.kompas.id/baca/opini/2023/12/12/pengungsi-rohingya-di-antara-kewajiban-kemanusiaan-dan- hukum (diakses pada Tanggal 01/02/2024, 10:51 WIB)
8Konvensi 1951, adalah sebuah perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi, dan menetapkan hak-hak individual untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan
suaka. Konvensi tersebut juga menetapkan orang-orang yang tidak memenuhi kriteria pengungsi, seperti
penjahat perang.
9Johannes, Mahfud MD Sebut Pemerintah Sedang Cari Tempat Untuk Pengungsi Rohingya, Bukan di Pulau Galang. Kompas TV.https://www.kompas.tv/nasional/466975/mahfud-md-sebut- pemerintah-sedang-cari-tempat-untuk-pengungsi-rohingya-bukan-di-pulau-galang (diakses pada tanggal
01/02/2024, 11:11 WIB)

berada di laut mendarat pada dataran aceh sebagai langkah dasar kemanusiaan. Keputusan tersebut telah melalui mempertimbangkan kondisi darurat yang dialami pengungsi di atas kapal tersebut. Menurutnya, etnis Rohingya di kapal tersebut didominasi oleh perempuan dan anak-anak.10

Permasalahan kemudian ketika pengungsi Etnis Rohingya ini secara terus menerus datang silih berganti di daratan Aceh, apakah hal ini tetap dibiarkan dan wajib dilindungi tanpa ada penegakan hukum, apalagi ditemukan bahwa kedatangan mereka terkadang difasilitasi berdasarkan kategori perdagangan kemanusiaan (human trafficking).

Dalam hukum Internasional, salah satu dari kejahatan Transnational Organized Crime atau Kejahatan Transnasional Terorganisir adalah kejahatan penyelundupan manusia yang tercantum dalam pasal 3 (a) Protocol Against The Smuggling of Migrants by Land, Sea, and Air, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime 2000 (Smuggling Protocol).11 Dalam protokol ini dijelaskan pengaruh dari adanya penyelundupan manusia terhadap suatu negara yang menjadi suatu permasalahan serius dan perlu segera ditangani oleh negara-negara di dunia internasional. Hal ini dikarenakan para pencari suaka yang terlibat dalam praktik penyelundupan manusia tidak hanya dapat membahayakan keamanan dan kesejahteraan suatu negara, namun juga dapat mengancam nyawa dari pencari suaka itu sendiri.12 (Brolan, 2002).

1. Sikap dan Perhatian Masyarakat dalam konteks Keacehan:

Terkait dengan fenomena migrasi etnis Rohingya di Aceh, dapat diungkapkan bahwa Aceh sebagai daerah syariat yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai
keacehan yang melekat pada prinsip “Adat bak Poteumeurehom, Hukom bak Syiah

10M. Arief Hamdi, dkk, Fenomena Pencari Suaka dan Pengungsi Etnis Rohingya di Indonesia
(Studi Kasus Penanganan Rohingya pada Provinsi Aceh), Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian, Vol. 6 No. 1,
2023
11 Neladi Frisilia Lilipay, dkk., Pertanggungjawaban Pelaku Penyeludupan Migran Lintas Negara
Ditinjau dari Hukum Internasional, (Jurnal Ilmu Hukum), Vol. 3, No. 7, 2023
12Brolan, C., An Analysis of The Human Smuggling Trade and The Protocol Against The Smuggling Of Migrants by Land, air and sea (2000) from a Refugee Protection Perspektive. (Internasional Journal of Refugee Law), Vol. 14, 2002

Kuala” sejalan dengan ajaran Islam yang bersumber pada al-Quran dan Hadits serta

ijtihad para ulama. Dalam al-Quran dijumpai ayat yang menegaskan:

ﺎﻤﻣ ﺔﺟﺎﺣ ﻢﻫﺭﻭﺪﺻ ﻰﻓ ﻥﻭﺪﺠﻳ ﻻﻭ ﻢﻬﻴﻟﺇ ﺮﺟﺎﻫ ﻦﻣ ﻥﻮﺒﺤﻳ ﻢﻬﻠﺒﻗ ﻦﻣ ﻦﻤﻳﻹٱﻭ ﺭﺍﺪﻟٱ ﻭءﻮﺒﺗ ﻦﻳﺬﻟٱﻭ

ﻥﻮﺤﻠﻔﻤﻟٱ ﻢﻫ ﻚﺌﻟﻭﺄﻓ ﻪۦﺴﻔﻧ ﺢﺷ ﻕﻮﻳ ﻦﻣﻭ ﺔﺻﺎﺼﺧ ﻢﻬﺑ ﻥﺎﻛ ﻮﻟﻭ ﻢﻬﺴﻔﻧﺃ ﻰﻠﻋ ﻥﻭﺮﺛﺆﻳﻭ ﺍﻮﺗﻭﺃ
(Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (al-Hasyar:9).

Ayat ini menjelaskan kebaikan dan kesediaan kaum Anshar untuk menerima saudaranya kaum Muhajirin yang hijrah dari Makkah ke Madinah. Mereka (muhajirin) diperlakukan sebagai saudaranya sendiri bahkan melebihi dari apa yang mereka alami sebagai suatu kemuliaan. Ayat ini juga menjadi dasar lahirnya solidaritas di kalangan sesama muslim yang menurut Aryuni bahwa setidaknya ada empat alasan utama yang dijadikan patokan untuk memperlakukan warga Rohingya secara baik:13

Pertama, solidaritas umat Islam. Salah satu prinsip utama dalam bangunan Islam adalah prinsip ukhuwah/persaudaraan. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al Hujarat ayat 13
“Hai manusia, sesungguhnya Kami men- ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan ka- mu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Se- sungguhnya orang yang paling mulia di- antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguh- nya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Kedua, Maqashid Syariah. Menurut al-Syatibi, segala sesuatu di dunia ini pasti memiliki tujuan, termasuk juga dengan syariat Islam. Teori ini disebut dengan “Maqasid Syaria’h Al- Khamsah” (lima tujuan Hukum Islam). Kelima tujuan syaria’t ini adalah perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Ketiga, Penerimaan simpatik terhadap pengungsi, baik yang kaya maupun yang miskin.

Keempat, ketidakbolehan menolak imigran sekalipun penduduk daerah/negara tujuan migrasi para imigran itu tengah mengalami krisis, kemiskinan dan kebutuhan hidup yang meningkat.

Atas dasar dan prinsip di atas, sudah sepatutnya jika masyarakat Aceh bersama- sama dengan pemerintah menerima (dalam tanda kutip) dan melayani warga dan etnis Rohingya secara baik sesuai dengan kemampuan yang dimungkinkan untuk itu. Hal ini tentu harus menjadi perhatian masyarakat Internasional dengan memberikan status sebagai pengungsi (refugees) yang dijamin hak-haknya sesuai konvensi 1951 dan deklarasi HAM Universal 1948 yang menegaskan setiap orang memiliki hak untuk mencari dan menikmati suaka dari Negara lain karena takut akan penyiksaan. Ini juga memuat makna yang secara implisit dimana orang-orang yang melarikan diri dari persekusi dan masuk ke wilayah Negara lain tanpa membawa dokumen wajib diberi izin, minimal dalam batas-batas dan waktu sementara. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *