Prahara dunia Pers Indonesia menujukkan peran Dewan Pers tidak berjalan sesuai dengan amanat undang-undang. Ironisnya, bahkan Presiden RI ke 7, Ir Joko Widodo, dalam pidatonya di Medan saat menghadiri Hari Pers Nasional tahun 2023 mengatakan dengan tegas, bahwa Pers Indonesia sedang tidak baik-baik aja. Kali ini pengayataan itu kian terasa, ketika Dewan Pers saat ini di pimpin oleh sosok yang bukan lahir dari “rahim Pers”, Komarudin Hidayat.16/05/2025.
Pandangan itu disampaikan oleh ketua Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (PPDI), Feri Sibarani, SH, MH, hari ini di Jakarta, saat berdiskusi tentang masa depan Pers Indonesia yang kian mengkhawatirkan itu. Dalam kesempatan itu, Feri Sibarani, yang juga merupakan Ketua Dewan Redaksi dari Group Media Aktual Indonesia itu, menyoroti keberadaan Dewan Pers sudah saatnya di kembalikan kepada tujuannya yang sesuai dengan undang-undang.
“Dengan sejumlah masalah di dunia Pers nasional, tanpa merinci satu persatu disini, saya kira dengan diangkatnya sosok yang bukan praktisi Pers menjadi ketua dewan Pers, maka secara alami, ini menjadi pertanda Pers Indonesia akan menuju ke jurang” Sebut Feri Sibarani.
Ia juga mengutip pernyataan presiden RI, Joko Widodo yang sangat menghebohkan di acara HPN Medan beberapa tahun lalu, menguatkan kenyataan, bahwa Pers Indonesia benar-benar sedang berada pada tingkat kerusakan parah, dengan demikian melegitimasi peran Dewan Pers yang tidak berjalan, alias tidak berfungsi sebagaimana amanat pasal 15 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
“Seharusnya di era saat ini, khusunya pada kepemimpinan Presiden RI Pdabowo Subianto dan wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, saya pikir Dewan Pers bukan hanya sekedar acara periodisasi, melainkan ada suatu perubahan signifikan menuju perbaikan. Tadinya kita harapkan kekuatan di istana dapat melihat permasalahan Pers Indonesia yang sudah menuju “jurang”, sehingga demi mengangkat harkat martabat Pers Indonesia kedepan, dan menuju Pers yang profesional dan berkeadilan, presiden dan kabinet terkait dapat mendorong rekonsiliasi Pers nasional” Urai Feri Sibarani.
Menurutnya, kekacauan informasi dan opini yang bebas tak beradab saat ini di tengah-tengah publik adalah sebahagian besar hasil produksi Pers yang kurang bertanggungjawab. Ia juga mengingatkan kembali, bahwa di era digitalisasi saat ini ada banyak Media online lahir bak jamur di musim hujan. Begitu juga dengan jumlah wartawan dadakan yang tanpa ilmu kewartawanan pun bebas membuat berbagai informasi yang cenderung dengan ambisi tendensiusme, yang tanpa melibatkan peran narasumber yang kompeten.
“Mengatasi fakta ini tidak relevan sama sekali mereduksinya dengan penerapan terverifikasi perusahaan Pers. Pelaksanaan Uji Kompetensi pun bukan jawabannya. Diperlukan sesuatu yang bukan sekedar pembekalan sehelai kertas sertifikat dan bukti terverifikasi untuk membawa Pers Indonesia menuju perusahaan Pers yang sehat, terlindungi, dan tertata. Demikian pun untuk seorang wartawan, tidak ada relevansinya hanya bisa menujukkan kartu Pers dan kartu UKW utama tanpa menulis untuk kepentingan bangsa dan negara” Lanjut Feri.
Ditegaskan oleh Feri, menjadi seorang jurnalis itu diperlukan panggilan jiwa dalam diri anak-anak bangsa yang punya semangat berkobar untuk menuliskan apa yang terjadi di alam semesta yang bernama Indonesia.
“Syarat fundamental seorang jurnalis harus memiliki semangat berkobar untuk menuliskan apa yang ia lihat, ia dengar, ia ketahui, bahkan apa yang dia “tidak lihat” namun dapat dirasa, atau lazim disebut sebagai “aroma” tentang suatu peristiwa dalam suatu karya jurnalistik dengan genre investigasi bidang korupsi dan kejahatan lainnya dengan cara dan posisi hati ingin menghadirkan informasi kepada masyarakat luas agar dari situ, muncul suatu kebenaran, dan berbagai pendapat serta respon dari semua pihak, pemerintah, penegak hukum, akademisi, masyarakat dan para pemangku jabatan” Jelasnya.
Idealnya menurut Feri Sibarani, sebelum seseorang membentuk Media dan bekerja menjadi seorang wartawan dan jurnalis, harus memahami dengan benar apa yang tertuang dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Namun lagi-lagi apa yang terjadi dan realitas saat ini justru mayoritas orang-orang yang mengaku sebagai wartawan dan pemilik Media adalah orang-orang yang tidak paham tujuan dan maksud Pers itu sendiri, selain hanya kepentingan ekonomi dan politik.
“Sehingga itu sebabnya, mengapa kian hari kian banyak kasus pemerasan pejabat atau narasumber, dengan modus mengintimidasi dengan diberitakan. Bahkan kasus seperti itu tidak hanya terjadi pada Media kecil dan wartawan di daerah, melainkan Media besar dan wartawan di Ibu kota juga melakukan hal yang sama.
“Bahkan hal itu juga sebagai legitimasi peran Dewan Pers selama seperempat abad pasca reformasi 1998 tidak berfaedah sama sekali. Apakah Dewan Pers masih juga ingin mainkan permainan lamanya?? Itu pertanda bahwa Pers Indonesia dibiarkan masuk jurang. Harusnya, terkait itu, pemerintah melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) harus proaktif mensosialisasikan diri dan program sertifikasi kompetensi wartawan yang secara natural dan terlegitimasi dari pemerintah, agar kedepan tidak ada semacam kartel-kartel Pers yang terlihat mereka lah pemilik legitimasi dan kekuasaan Pers Indonesia, yang dilakukan secara membabibuta, tidak berkeadilan, tidak sesuai dengan UU Pers dan penuh kolusi” Tegasnya.
Diakhir diskusinya, Feri Sibarani, kembali mengingatkan Presiden dan wakil presiden RI, agar tidak sebelah mata melihat fakta kehidupan Pers Indonesia saat ini.
“Pak Presiden dan wakil presiden, percayalah, di tubuh Dewan Pers dan dunia Pers Indonesia ada banyak permasalahan yang perlu diselesaikan dengan bantuan pemerintah dan harus berpedoman pada rasa keadilan, kesetaraan, prinsip kebebasan yang profesional. Tidak ada dikotomi Pers dengan cara menjadikan sebahagian organisasi Pers dan perusahaan Pers sebagai konstituen.
Di sisi lain ada puluhan organisasi Pers dan perusahaan Pers yang dibunuh karakternya. Dihempaskan seperti sampah yang tidak berguna. Padahal, justru organisasi Pers yang “dibunuh” namun tidak pernah mati itu, setiap hari tanpa digaji, tanpa disuapin anggaran APBD dan APBN, dengan melewati badai dan topan ancaman, intimidasi karena terus membongkar dan memberitakan kejahatan kemanusiaan, kejahatan korupsi, kejahatan alam lingkungan dan kehutanan demi menjaga dan menyelamatkan Indonesia dari tangan-tangan biadab, serakah, dan penghianat” Tutupnya
Sumber: LP-KKI/Dis
Penulis: FIT