Blok OSWA Bisa Hasilkan Rp 27 Triliun, Aceh Terancam Kehilangan Peluang Kerja dan Pemasukan

Daerah48 Dilihat

METROZONE net I Banda Aceh – Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Aceh, Rifqi Maulana, S.H., mengingatkan pentingnya status wilayah Blok OSWA (Offshore South West Aceh), wilayah kerja migas strategis yang kini berada di tengah tarik-menarik klaim administratif antara Aceh dan Sumatera Utara.

Blok OSWA mencakup wilayah perairan sekitar Pulau Lipan, Panjang, Mangkir Kecil, dan Mangkir Besar, dengan total cadangan gas diperkirakan mencapai 280–320 BCF atau sekitar 8 miliar meter kubik. Bila dikonversi ke nilai ekonomi, potensi ini setara dengan sekitar Rp 27,1 triliun—menggunakan asumsi harga gas $6/MMBtu dan kurs Rp 16.000 per dolar AS.

“Ini bukan angka kecil. Jika wilayah ini berada di bawah Aceh, sesuai dengan UU Pemerintahan Aceh (UUPA), Aceh bisa memperoleh hingga 70 persen dari hasil migas. Tapi kalau ditetapkan masuk Sumut, maka berlaku sistem nasional biasa—dan Aceh hanya kebagian kecil,” jelas Rifqi.

Lebih dari sekadar angka, potensi ini menyimpan harapan besar bagi pembangunan ekonomi Aceh. Rifqi menegaskan, pengembangan Blok OSWA akan membuka ribuan lapangan kerja baru di sektor energi, jasa pendukung, hingga transportasi laut. Hal ini akan berdampak langsung terhadap pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir Barat-Selatan Aceh yang selama ini masih tertinggal.

“Bayangkan, proyek dengan nilai triliunan rupiah bisa dikelola dari Aceh. Ini berarti peluang kerja untuk anak muda Aceh, pertumbuhan UMKM lokal, dan sumber PAD baru bagi pemerintah daerah,” tegas Rifqi.

Ia juga mengingatkan bahwa Pulau Panjang di kawasan tersebut memiliki rekam jejak produksi migas sejak 1928, dengan cadangan minyak tersisa diperkirakan 4,5 juta STB. “Ini menunjukkan kawasan tersebut bukan sekadar ‘potensi’, tapi sudah terbukti secara historis.”

Karena itu, Rifqi mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersatu menyuarakan agar wilayah ini tetap diakui sebagai bagian dari Aceh. “Ini bukan hanya soal sejarah atau kedaulatan, ini tentang masa depan ekonomi rakyat Aceh,” pungkasnya.

(Almanudar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *