Pendayagunaan Penyandang Disabilitas Dalam Pembangunan; Suatu Diskursus Perlu Tidaknya Difabel Care

Uncategorized15 Dilihat

Banyuwangi, Metrozone.Net- Kabupaten Banyuwangi dikenal sebagai daerah yang masif pada kebijakan berbasis pembangunan, khususnya berkaitan pada peningkatan infrastruktur maupun pelayanan pada masyarakat.

Berbagai aktivitas pembangunan tidak lepas dari keberadaan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai pihak dominan dalam memimpin serta mendukung pembangunan yang berdampak langsung pada masyarakat, baik aspek kesejahteraan, keamanan, keadilan, hingga ketentraman pada masyarakat.

Implementasi pembangunan di Kabupaten Banyuwangi terdeskripsi sebagai upaya memperhatikan berbagai tuntutan, keinginan, keperluan, dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian setiap pembangunan memerlukan partisipasi masyarakat, baik dalam rangka keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau evaluasi.

Keterlibatan masyarakat pada pembangunan yang meliputi berbagai kegiatan perencanaan serta pelaksanaan suatu program atau proyek pembangunanan yang diimplementasikan di tengah masyarakat sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat yang aktif dan berorientasi pada pencapaian hasil pembangunan secara efektif dan efisien baik dari aspek input: SDM, dana, peralatan/sarana, data, dan teknologi; aspek proses: pelaksanaan, monitoring dan pengawasan; dan aspek luaran atau output: pencapaian sasaran efektif dan efisien.

Keterlibatan masyarakat pada aktivitas pembangunan perlu didasari oleh pertimbangan yang matang. Efektivitas program pembangunan tidak sekedar dilihat dari segi biaya yang harus ataupun yang akan dikeluarkan, namun perlu mendasari 3 (tiga) aspek: pemberian informasi, menyediakan dukungan politik, dan menyumbangkan sumber daya.
Ketiga aspek tersebut bisa mendukung keterlibatan masyarakat pada aktivitas pembangunan secara efektif dan efisien.

Diskursus sosial membagi masyarakat pada 2 kelompok, masyarakat normal dan masyarakat berkebutuhan khusus (disabilitas; difabel). Penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang disebut membutuhkan uluran tangan lebih, karena realitas kekurangan fisik sehingga relatif kalah cepat jika dibanding dengan manusia normal.

Keterbatasan masyarakat disabilitas diperparah dengan lingkungan sosial mereka yang kerap tidak perduli terhadap kondisi keterbatasan itu. Masyarakat disabilitas mengalami gangguan sosial ketika lingkungan sosial tidak bisa mengakomodir keberadaan mereka, ditambah gangguan ekonomi yang menjadi permasalahan kemiskinan sering melekat pada diri mereka.

Dampak pembangunan tentu dinikmati semua pihak. Meskipun demikian keberadaan masyarakat disabilitas kerap menjadi alat keberadaan suatu proyek namun cenderung tidak dilibatkan. Realitas fungsi pembangunan menjelaskan jika masyarakat disabilitas cenderung mengalami berbagai permasalahan, yaitu:
(1) minim fasilitas dan layanan yang aksesibel pada ruang publik;
(2) minimnya pendidikan pengurangan resiko pembangunan;
(3) kepastian rasa aman dan nyaman;
(4) kurangnya pendataan spesifik tentang identitas dan kondisi penyandang disabilitas.

Pembangunan harus peduli pada masyarakat disabilitas. Terkadang pembangunan yang masif berdampak pada gagap dan gugupnya manusia dalam menghadapi bencana yang memunculkan kerugian fisik, psikis, dan benda.

Oleh karenanya sistem mitigasi dalam pembangunan pada dasarnya untuk mengurangi resiko kerugian yang akan dialami kelompok rentan yang perlu perhatian lebih, yaitu: anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas. Hal ini menjadi titik tekan karena berbagai kebijakan yang secara subtantif mengarah pada partisipasi masyarakat tidak mengatur dan menjelaskan siapa saja dan bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan tersebut dilaksanakan.

Keterlibatan masyarakat pada perumusan kebijakan pembangunan relatif bersifat subjektif. Pemerintah menjadi pihak dominan (satu-satunya) dalam menentukan kebijakan pembangunan, adapun keberadaan masyarakat hanya diperankan sebagai pihak yang memberikan masukan.

Berdasarkan realitas tersebut, pemerintah perlu lebih terbuka dalam menerima berbagai saran serta keinginan masyarakat dalam penyusunan kebijakan publik.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas secara nyata menyatakan jika pemerintah wajib memenuhi segenap hak penyandang disabilitas, karena memiliki hak yang sama sebagai Warga Negara Indonesia untuk hidup maju serta berkembang dengan adil dan bermartabat.

Berbagai hak yang harus dimiliki oleh masyarakat disabilitas dan harus dipenuhi oleh pemerintah adalah hak terkait pekerjaan atau wirausaha, sejahtera, pendidikan, kesehatan, politik, aksesibilitas, hingga pelayanan publik. Oleh karenanya aktivitas pembangunan harus mengarah kesemua aspek demi memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk mewujudkannya, perlu melibatkan seluruh komponen stakeholder di tiap tingkatan wilayah administrasi pemerintahan. Sebab kurangnya pelibatan masyarakat disabilitas dalam pembangunan menyebabkan kemiskinan, keterbelakangan dan berbagai kerawanan sosial yang senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat disabilitas.

Hakekatnya, aktivitas pembangunan perlu diikuti perencanaan yang matang dalam peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk masyarakat disabilitas.
Masyarakat disabilitas kerap mengalami berbagai masalah.

Ritus permasalahan yang dialami Masyarakat disabilitas karena adanya diskriminasi terkait pemenuhan hak, pendidikan, pekerjaan, pemenuhan infrastruktur dan fasilitas ramah disabilitas, dan runtuhnya kedudukan yang sama dimuka umum karena perilaku diskriminatif oleh penyedia layanan publik.

Ritus masalah tersebut karena program dan anggaran yang dibutuhkan kerap tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat disabilitas. Belum lagi kurangnya kesadaran orang tua pada anaknya sebagai penyandang disabilitas. Oleh karenanya pemerintah harus memiliki komitmen kuat agar aktivitas pembangunan ramah bagi masyarakat disabilitas sehingga dapat berkehidupan secara layak.

Karena masyarakat disabilitas memiliki peran penting dalam pembangunan sesuai kemampuannya dalam menangani tantangan, termasuk ketika mengembangkan kepercayaan diri sehingga sering tampil mengagumkan.

Pemerintah harus membuka ruang partisipasi dalam pembangunan bagi masyarakat disabilitas, sesuai prinsip teori keagenan. Hakekat teori tersebut untuk memperjelas hak dan kewajiban kedua belah pihak dengan mempedomani nilai manfaat secara menyeluruh, baik pada principal sebagai pemberi amanah dan agen sebagai penerima amanah.

Partisipasi dari masyarakat disabilitas pada aktivitas pembangunan merupakan aspek krusial serta diperlukan sebagai bentuk pemenuhan hak asasi sebagaimana amanat undang-undang.

Semoga diksi-diksi dalam diskursus ini mampu menjadi jembatan bagi masyarakat disabilitas untuk terlibat dalam aktivitas pembangunan. Sebab hakekat strategi (mitigasi) pembangunan pemerintah yang dianggap baik harus berdampak peran optimal masyarakat disabilitas dalam pembangunan.

Penulis: Dr. Hary Priyanto selaku Sekretaris Senat Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi; Ketua Alumni GmnI Banyuwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *